Thursday 24 March 2011

MATARAM : Ritual perang api membakar hawa nafsu

Mataram adalah ibukota dari provinsi Nusa Tenggara Barat dan merupakan kota terbesar di pulau Lombok. Secara geografi kota ini memiliki luas wilayah 61,30 km2 dengan jumlah penduduk 362.243 jiwa (2008). Mayoritas penduduknya beragama Kristen dan Hindu. Di kota ini banyak banget hal menarik yang kita bisa jumpai, mulai dari penduduknya, adat istiadat, kepercayaan, tempat-tempat yang menarik dan banyak hal lainnya. Sekarang kita akan membahas salah satu adat istiadat di Mataram yang paling terkenal yaitu “Ritual Perang Api”. Ritual ini digelar oleh umat Hindu di Mataram sebagai rangkaian menyambut hari raya Nyepi.

Ritual perang api yang merupakan tradisi umat Hindu di Mataram sejak tahun 1838. Kegiatan ritual yang dilaksanakan usai arak-arakan ogoh-ogoh itu melibatkan ratusan warga dari dua Banjar (lingkungan). Warga dari masing-masing banjar saling menyerang dengan menggunakan api yang disulut pada bobok (daun kelapa yang sudah kering dan diikat membentuk sapu). Sebelum dilakukan aksi serang para tokoh masyarakat terlebih dahulu memeriksa “bobok” yang akan digunakan oleh warga untuk menyerang warga lainnya.

Proses saling serang dimulai setelah tokoh dari masing-masing banjar sudah sepakat untuk memulai peperangan. Warga dari masing-masing banjar cukup beringas melayangkan pukulan dengan bobok yang menyala ke arah tubuh lawannya. Situasi “peperangan” cukup tegang karena warga dari kedua banjar tidak ada yang mau mundur dari arena peperangan. Jika salah satu kelompok warga mundur maka mereka dianggap kalah. Biasanya setelah peperangan berlangsung sekitar 15 menit akhirnya kedua banjar sepakat menghentikan “peperangan” dan kembali ke rumah masing-masing dengan suasana damai tanpa ada dendam di antara mereka.

“Perang Api” bukan sekedar bentuk peringatan menyambut Hari Raya Nyepi, namun memiliki makna yang lebih dalam yaitu untuk membersihkan bumi dari segala malapetaka yang terjadi. Menghilangkan segala macam musibah yang diyakini berasal dari makhluk jahat atau yang disebut dengan “kala”. Setelah itu, mereka bertemu di jalan ini untuk saling menyerang. Saling serang dengan api menggambarkan pembakaran hawa nafsu buruk yang ada dalam diri manusia agar benar-benar suci sebelum memulai acara Tapa Brata Penyepian.

Dua hari setelah pelaksanaan Tapa Brata Penyepian, umat Hindu melaksanakan “Lembak Geni” untuk mempererat rasa persatuan sesama manusia. Mereka saling maaf-memaafkan dua hari setelah pelaksanaan “Perang Api” agar tidak ada rasa dendam antar sesama umat manusia. Bagi umat hindu di Pulau Lombok, perang api tidaklah dilandasi nafsu saling mengalahkan.Mesabetan api justru adalah semangat memerangi hawa nafsu khususnya saat Hari Raya Nyepi. Mereka mempercayai bahwa manusia yang berhasil menaklukan hawa nafsu akan hidup bahagia di dunia dan akhirat.

No comments:

Post a Comment